Rabu, 21 Desember 2016


PROPOSAL

JUDUL
Pengaruh Penambahan Sari Buah Nanas (Ananas comosus) Terhadap Jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL) dan Nilai pH Soyghurt

UMI SALFIA
1405110476


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
DESEMBER 2016

A.    JUDUL
Pengaruh Penambahan Sari Buah Nanas (Ananas comosus) Terhadap Jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL) dan Nilai pH Soyghurt
B.     LATAR BELAKANG
Susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air yang mengandung beberapa senyawa terlarut. Agar lemak dan air dalam susu tidak mudah terpisah, maka protein susu bertindak sebagai emulsifier (zat pengemulsi). Kandungan air di dalam susu sangat tinggi, yaitu sekitar 87,5%, dengan kandungan gula susu (laktosa) sekitar 5%, protein sekitar 3,5%, dan lemak sekitar 3-4%. Susu juga merupakan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin A yang sangat baik. Fermentasi merupakan salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan produk susu. Soyghurt merupakan fermentasi susu kedelai dengan bakteri asam laktat (BAL) yaitu bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus (Irkin dan Eren, 2008). Penggunaan susu kedelai sebagai bahan baku pembuatan yoghurt telah banyak diteliti dan diproduksi. Pengembangan produk yoghurt berbasis kedelai ini didasarkan pada peningkatan jumlah konsumen yang memilih bahan pangan yang memberikan efek terhadap kesehatan (Drake dkk, 2000; Uzzan dan Labuza, 2004).
Dewasa ini kita mengenal fermentasi asam laktat biasanya menggunakan susu hewani maupun susu nabati. Fruitghurt yang dibuat dengan cara memfermentasikan sari buah merupakan produk yang bisa dibilang baru pada fermentasi asam laktat. Melihat kenyataan bahwa limbah cair pisang, mangga, dan nanas belum dimanfaatkan maka perlu adanya pemanfaatan limbah cair pisang,mangga ini sebagai suatu produk yang lebih bermanfaat. Kandungan gula yang masih cukup tinggi dalam limbah cair ini merupakan salah satu komponen utama dalam fermentasi asam laktat pada pembuatan fruitghurt.
Pertumbuhan bakteri asam laktat memerlukan nutrient yang kaya akan kandungan nitrogennya. Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcos thermophillus telah diketahui memegang peranan penting dalam menghasilkan asam laktat yang tinggi pada pembuatan fruitghurt.
Yoghurt merupakan produk berbasis susu yang telah dikonsumsi selama berabad-abad yang mempunyai efek menguntungkan bagi kesehatan. Dengan berjalannya waktu, yoghurt terus menerus dimodifikasi untuk mendapatkan karakteristik dan efek nutrisi yang lebih baik.Selain susu hewani, belakangan ini yoghurt juga dapat dibuat dari buah-buahan atau sari buah yang disebut dengan “fruitghurt”. Salah satu jenis buah yang dijadikan fruitghurt adalah buah nanas (Andal Kuntarso. 2007).
Rauf, et al (2011) melaporkan hasil pembuatan yoghurt berbahan dasar tepung kedelai menunjukkan hasil viskositas dan stabilitas yang rendah. Alifah (2014) juga berpendapat bahwa saat ini sudah banyak inovasi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki citarasa soghurt yaitu dengan penambahan flavour buah-buahan. Penambahan sari buah nanas (Ananas comosus) pada soyghurt dapat meningkatkan mutu organoleptik soyghurt. Efek pemberian sari buah nanas pada soyghurt akan mempengaruhi kekentalan, kekeruhan dan kadar padatan terlarut yang akan menentukan kualitas soyghurt tersebut. Perubahan jumlah BAL, pH, dan keasamaan terjadi selama fermentasi. Selama proses fermentasi, laktosa diubah oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat. Perubahan ini akan mempengaruhi nilai pH soyghurt.
Penambahan sari buah nanas pada soyghurt dapat meningkatkan mutu organoleptik soyghurt. Sari buah nanas mengandung gula yang dapat meningkatkan aktivitas bakteri asam laktat (BAL). Sari buah nanas ditambahkan untuk memperbaiki citarasa soyghurt. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan sari buah nanas terhadap jumlah bakteri asam laktat (BAL) dan nilai pH soyghurt.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan sari buah nanas terhadap jumlah bakteri asam laktat (BAL) dan nilai pH pada soyghurt.

C.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah tersebut diatas, rumusan masalah yang diangkat dalam
Penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana Pengaruh Penambahan Sari Buah Nanas (Ananas comosus) Terhadap Jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL)?
2.      Bagaimana Pengaruh Penambahan Sari Buah Nanas (Ananas comosus) Terhadap Nilai pH Soyghurt?

D.    TUJUAN PENELITIAN
Dari latar belakang masalah tersebut diatas, rumusan masalah yang diangkat dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui Pengaruh Penambahan Sari Buah Nanas (Ananas comosus) Terhadap Jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL).
2.      Mengetahui Pengaruh Penambahan Sari Buah Nanas (Ananas comosus) Terhadap Nilai pH Soyghurt.

E.     MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a.       Sebagai informasi kepada masyarakat dalam pemanfaatan sari buah Nanas sebagai soyghurt yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
b.      Bagi penelitian selanjutnya, dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian-penelitian sejenis yang telah ada, yang dapat dijadikan sebagai perbandingan dengan penelitian-penelitian berikutnya.
c.       Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan di SMP/SMA terutama dalam rangka memberikan pengetahuan atau masukan kepada guru untuk mata pelajaran IPA dalam materi Bioteknologi.

F.      DEFINISI OPERASIONAL
Fermentasi merupakan salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan produk susu. Soyghurt merupakan salah satu produk fermentasi susu kedelai dengan bakteri asam laktat (BAL) yaitu bakteri Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophillus (Irkin dan Eren, 2008). Susu kedelai mengandung off flavor yang kurang disukai yang sering disebut langu kedelai (beany flavor). Soyghurt juga mempunyai beberapa manfaat yang ditimbulkan oleh proses fermentasi bakteri asam laktat, yaitu menyeimbangkan system pencernaan, menurunkan kadar kolesterol, mencegah kanker, dan mengatasi infeksi jamur dan bakteri (Hendriani, 2009).
Soyghurt merupakan fermentasi susu kedelai dengan bakteri asam laktat (BAL) yaitu bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus (Irkin dan Eren, 2008). Penggunaan susu kedelai sebagai bahan baku pembuatan yoghurt telah banyak diteliti dan diproduksi. Pengembangan produk yoghurt berbasis kedelai ini didasarkan pada peningkatan jumlah konsumen yang memilih bahan pangan yang memberikan efek terhadap kesehatan (Drake dkk, 2000; Uzzan dan Labuza, 2004).
Nanas adalah buah tropis dengan daging buah berwarna kuning memiliki kandungan air 90% dan kaya akan Kalium, Kalsium, lodium, Sulfur, dan Khlor. Selain itu juga kaya Asam, Biotin, Vitamin B12, Vitamin E serta Enzim Bromelin. Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki hasil agroindustri nanas yang cukup populer adalah Sumatera Selatan.
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang atau bulat, tidak membentuk spora, fermentasi fakultatif anaeorob, tidak mempunyai sitokrom, tidak memiliki kemampuan untuk mereduksi nitrat dan memanfaatkan laktat, oksidasi negatif, katalase negatif, motilitas negatif dan kemampuan memfermentasi glukosa menjadi asam laktat (Carr et al., 2002).
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus merupakan dua jenis bakteri yang sederhana dalam pembuatan yogurt. Akan tetapi, menurut Winarno (2003), Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus tidak mampu dengan selamat melewati saluran usus manusia. Oleh sebab itu, kedua bakteri tersebut tidak dapat digolongkan sebagai bakteri probiotik. Jika bakteri asam laktat pada yogurt telah mati pada usus halus, maka keuntungan yang diberikan bagi kesehatan saluran pencernaan manusia juga akan berkurang (Helferich dan Westhoff, 1980). Menurut Yuguchi et al. (1992), bakteri asam laktat yang dapat mencapai saluran pencernaan manusia dalam keadaan hidup dan lengkap adalah Bifidobacteria (B.bifidum, B.infantis, B.breve, B.adolescentis, dan B.longum), dan beberapa spesies Lactobacillus (L.casei, L.salivarus, L.fermentum, L.plantarum, L.brevis, dan L.buchneri), serta beberapa Enterococci. Penambahan beberapa jenis bakteri mengakibatkan munculnya konsep baru bio-yogurt (Winarno, 2003). Bakteri tersebut terutama berasal dari golongan Bifidobacterium dan Lactobacillus, dan umumnya merupakan flora khas pada saluran pencernaan manusia.
Selama pertumbuhan organisme, terjadi kenaikan derajat asam (acidity). Kadar asam tertitrasi meningkat sehingga pH menjadi lebih rendah. Meningkatnya keasaman terjadi karena terbentuknya asam laktat sebagai hasil fermentasi laktosa (Helferich dan Westhoff, 1980). Kondisi ini dapat membantu koagulasi susu (Ajam et.al., 1993) karena kasein yang merupakan protein terbanyak pada susu akan menggunpal pada pH rendah (Helferich dan Westhoff, 1980). Kroger (1976) menyatakan bahwa koagulasi susu terbentuk pada keasaman 0.6% (dihitung sebagai asam laktat) atau pada pH sekitar 5,3.
G.    KAJIAN TEORITIS
a.      Soygurht
Susu sebagai hasil sekresi kelenjar ambing mamalia betina, merupakan cairan kompleks yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan beberapa bahan lain yang larut dalam air (Marliyati et al.1992). Komposisi susu menurut Cross & Overby (1988), dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keturunan (hereditas), tahap laktasi, umur, infeksi kelenjar ambing, nutrisi, lingkungan dan prosedur pemerahan.
Yogurt berasal dari kosa kata Turki “jugurt”. Yogurt adalah makanan atau minuman tradisional di daerah Balkan dan Timur Tengah, akan tetapi sekarang sudah beredar ke Eropa dan tempat-tempat lain di seluruh dunia. Di Indonesia, yogurt telah lama dikenal tetapi belum populer. Pembuatan yogurt telah berevolusi dari pengalaman beberapa abad yang lalu dengan membiarkan susu yang tercemar secara alami menjadi masam pada suhu panas, sekitar 40 - 50°C (Buckle et.al., 1985).
Pembuatan yogurt pada prinsipnya meliputi pemanasan (pasteurisasi) susu, pendinginan, inokulasi, dan inkubasi (Bramayadi,1986). Pemanasan susu dalam pembuatan yogurt sangat bervariasi, baik dalam penggunaan suhu maupun lama pemanasan. Pada dasarnya variasi suhu dan lama pemanasan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menurunkan populasi mikroba dalam susu dan memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan biakan yogurt. Selain itu juga bertujuan untuk mengurangi kandungan air susu sehingga diperoleh yogurt dengan tekstur yang kompak (Bramayadi, 1986).
Soyghurt merupakan salah satu produk fermentasi susu kedelai dengan bakteri asam laktat (BAL) yaitu bakteri Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophillus (Irkin dan Eren, 2008). Susu kedelai mengandung off flavor yang kurang disukai yang sering disebut langu kedelai (beany flavor). Soyghurt juga mempunyai beberapa manfaat yang ditimbulkan oleh proses fermentasi bakteri asam laktat, yaitu menyeimbangkan system pencernaan, menurunkan kadar kolesterol, mencegah kanker, dan mengatasi infeksi jamur dan bakteri (Hendriani, 2009).
Soyghurt merupakan fermentasi susu kedelai dengan bakteri asam laktat (BAL) yaitu bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus (Irkin dan Eren, 2008). Penggunaan susu kedelai sebagai bahan baku pembuatan yoghurt telah banyak diteliti dan diproduksi. Pengembangan produk yoghurt berbasis kedelai ini didasarkan pada peningkatan jumlah konsumen yang memilih bahan pangan yang memberikan efek terhadap kesehatan (Drake dkk, 2000; Uzzan dan Labuza, 2004).
Kelemahan dari pembuatan yoghurt berbahan dasar susu kedelai dalam bentuk cair, antara lain kurang praktis karena membutuhkan waktu proses yang lama jika di rangkaikan
dengan proses pembuatan yoghurt, serta yoghurt yang dihasilkan kurang konsisten sifat fisiko-kimianya dari setiap frekuensi pembuatan (Rauf dkk, 2011).
Rauf, et al (2011) melaporkan hasil pembuatan yoghurt berbahan dasar tepung kedelai menunjukkan hasil viskositas dan stabilitas yang rendah. Alifah (2014) juga berpendapat bahwa saat ini sudah banyak inovasi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki citarasa soyghurt yaitu dengan penambahan flavour buah-buahan. Penambahan sari buah nanas (Ananas Comosus) pada soyghurt dapat meningkatkan mutu organoleptik soyghurt. Efek pemberian sari buah nanas pada soyghurt akan mempengaruhi kekentalan, kekeruhan dan kadar padatan terlarut yang akan menentukan kualitas soyghurt tersebut. Perubahan jumlah BAL, pH, dan keasamaan terjadi selama fermentasi. Selama proses fermentasi, laktosa diubah oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat. Perubahan ini akan mempengaruhi nilai pH soyghurt.
Kultur starter yang umum digunakan dalam pembuatan minuman probiotik sejenis yoghurt adalah kultur campuran dari Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Bakteri dapat memanfaatkan berbagai bahan makanan sebagai media tumbuhnya, misalnya pemecahan sukrosa dan susu skim menjadi asam laktat oleh aktivitas bakteri asam laktat yang dapat meningkatkan keasaman produk susu.
Selama pertumbuhan organisme, terjadi kenaikan derajat asam (acidity). Kadar asam tertitrasi meningkat sehingga pH menjadi lebih rendah. Meningkatnya keasaman terjadi karena terbentuknya asam laktat sebagai hasil fermentasi laktosa (Helferich dan Westhoff, 1980). Kondisi ini dapat membantu koagulasi susu (Ajam et.al., 1993) karena kasein yang merupakan protein terbanyak pada susu akan menggunpal pada pH rendah (Helferich dan Westhoff, 1980). Kroger (1976) menyatakan bahwa koagulasi susu terbentuk pada keasaman 0.6% (dihitung sebagai asam laktat) atau pada pH sekitar 5,3.
Menurut Tamime dan Robinson (1989), komponen flavour pada yogurt dibagi empat, yaitu : (1) asam-asam non volatil, yaitu laktat, piruvat, dan oksalat; (2) asam volatil, yaitu format, asetat, propionat, dan butirat; (3) senyawa karbonil, yaitu asetaldehid, aseton, asetoin/diasetil; dan (4) senyawa lain, seperti asam amino dan komponen lain yang terbentuk dari degradasi protein, lemak, dan laktosa karena panas dengan asam laktat dan senyawa karbonil yang dikenal umum sebagai komponen citarasa yogurt yang dominan.
b.      Bakteri asal laktat (BAL)
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang atau bulat, tidak membentuk spora, fermentasi fakultatif anaeorob, tidak mempunyai sitokrom, tidak memiliki kemampuan untuk mereduksi nitrat dan memanfaatkan laktat, oksidasi negatif, katalase negatif, motilitas negatif dan kemampuan memfermentasi glukosa menjadi asam laktat (Carr et al., 2002).
Streptococcus thermophilus merupakan bakteri termofilik yang dapat tumbuh pada suhu 45oC. Perbedaan suhu tersebut membedakan bakteri ini dari spesies Streptococci lainnya. Akan tetapi menurut Waspodo (2001) S. thermophilus tidak digolongkan ke dalam bakteri probiotik karena tidak dapat hidup dalam usus manusia.
Streptococcus thermophilus merupakan pasangan dari L.bulgaricus dalam pembuatan yogurt secara tradisional. Bakteri ini bukan mikroflora alami dari usus manusia dan tidak tergolong bakteri probiotik karena hanya mampu bertahan selama sekitar 2 jam setelah masuk kedalam usus bersama dengan yogurt yang diminum (Tirtasujana, 1998).
S. thermophilus merupakan BAL homofermentatif yang menghasilkan asam laktat sebagai produk utama. S. thermophiles merupakan satu-satunya spesies bakteri dalam genus Streptococci yang menghasilkan enzim laktase (Chaitow dan Trener, 1990). Efek menguntungkan dari S. thermophilus selain menghasilkan asam laktat.
Lactobacillus bulgaricus Bakteri ini merupakan salah satu bakteri yang mampu bertahan hidup dalam saluran pencernaan manusia (Ahrné et al, 1995). Lactobacillus bulgaricus bersifat toleran terhadap asam, selain itu L.bulgaricus dapat memetabolisme laktosa, fruktosa, glukosa, dan beberapa strain tertentu dapat memetabolisme galaktosa.
Lactobacillus bulgaricus tidak termasuk bakteri probiotik, karena tidak dapat bertahan hidup melalui saluran pencernaan manusia. Pada pembuatan yogurt, Lactobacillus bulgaricus berperan dalam penurunan pH sampai sekitar 4.0. Selain itu bakteri ini juga memberi kontribusi terhadap flavour yogurt melalui produksi asam laktat, asetaldehid, asam asetat, dan diasetil.
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus merupakan dua jenis bakteri yang sederhana dalam pembuatan yogurt. Akan tetapi, menurut Winarno (2003), Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus tidak mampu dengan selamat melewati saluran usus manusia. Oleh sebab itu, kedua bakteri tersebut tidak dapat digolongkan sebagai bakteri probiotik. Jika bakteri asam laktat pada yogurt telah mati pada usus halus, maka keuntungan yang diberikan bagi kesehatan saluran pencernaan manusia juga akan berkurang (Helferich dan Westhoff, 1980). Menurut Yuguchi et al. (1992), bakteri asam laktat yang dapat mencapai saluran pencernaan manusia dalam keadaan hidup dan lengkap adalah Bifidobacteria (B.bifidum, B.infantis, B.breve, B.adolescentis, dan B.longum), dan beberapa spesies Lactobacillus (L.casei, L.salivarus, L.fermentum, L.plantarum, L.brevis, dan L.buchneri), serta beberapa Enterococci. Penambahan beberapa jenis bakteri mengakibatkan munculnya konsep baru bio-yogurt (Winarno, 2003). Bakteri tersebut terutama berasal dari golongan Bifidobacterium dan Lactobacillus, dan umumnya merupakan flora khas pada saluran pencernaan manusia.
Selama fermentasi terdapat dua peranan starter, yaitu sebagai pembentuk asam yang menyebabkan citarasa dan aroma yang khas sebagai pembentuk komponen-komponen citarasa seperti karbonil, asetaldehida, aseton, asetoin, dan diasetil (Helferich dan Westhoff, 1980). Menurut Jay (1978) bakteri yang berperan sebagai pembentuk asam adalah S.thermophilus sedangkan L.bulgaricus lebih berperan sebagai pembentuk aroma. L.bulgaricus lebih berperan sebagai proteolitik dibanding S.thermophilus. S.thermophilus apabila diinokulasikan pada susu akan menghasilkan flavor yang tidak tajam, sedangkan L.bulgaricus bila ditumbuhkan pada susu akan menghasilkan flavour khas yang tajam.
Menurut Kurmann (1988) didalam Microbiology of Fermented Foods oleh J.B Wood (1998), ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh Bakteri Asam Laktat agar dapat digunakan sebagai produk susu probiotik, antara lain : (1) memiliki hasil penelitian yang positif sebagai bakteri probiotik; (2) dapat memfermentasi susu dalam waktu yang cukup cepat, baik dalam bentuk kultur tunggal ataupun kultur gabungan; (3) mampu membelah diri sehingga mencapai jumlah yang cukup besar pada produk fermentasi serta memiliki toleransi yang tinggi terhadap asam laktat; (4) strain yang terpilih harus dapat menghasilkan rasa atau sifat organoleptik yang dapat diterima oleh konsumen; dan (5) strain terpilih harus dapat bertahan hidup dalam usus besar pada jumlah yang cukup besar.
H.    METODE PENELITIAN
1.      Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium PMIPA FKIP Biologi Universitas Riau pada mata kuliah mikrobiologi. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Desember 2016 sampai dengan selesai.
2.      Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap. Terdapat tiga perlakuan konsentrasi penambahan sari buah nanas pada pembuatan soyghurt yaitu 0%, 15% dan 30%.
3.      Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah fermentasi pembuatan soygurht. Sampelnya adalah sebagian dari populasi, yaitu fermentasi pembuatan soygurht menggunakan sari buah nanas dengan bakteri asam laktat.
4.      Sumber Data dan Instrumen
Data sekunder dimana sumber data penelitian yang diperoleh melalui media perantara atau secara tidak langsung yang berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara umum. Dengan kata lain, peneliti membutuhkan pengumpulan data dengan cara berkunjung ke perpustakaan, pusat kajian, pusat arsip atau membaca banyak buku yang berhubungan dengan penelitiannya.
5.      Teknik Pengumpulan Data
a.       Bahan
Bahan utama pembuatan soyghurt yaitu menggunakan kacang kedelai yang diperoleh dari pasar tradisional di kota Pekanbaru. Buah nanas yang digunakan diperoleh dari pasar tradisional di kota Pekanbaru. Medium MRS agar yang digunakan diperoleh dari laboratorium biologi PMIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Starter bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermphillus yang digunakan diperoleh dari laboratorium mikrobiologi tanah, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Bahan lain seperti gula pasir dan tepung tapioka diperoleh dari pasar tradisional di kota Pekanbaru.
b.      Alat
Peralatan yang digunakan terbagi atas dua kelompok, yaitu alat pengolahan dan alat analisis. Alat untuk pengolahan antara lain grinder, pengayak 80 mesh, timbangan digital, saringan, blender, dan kompor. Alat untuk menganalisis jumlah bakteri asam laktat (BAL) dengan metode hitungan cawan (Total Plate Count) pada medium MRS agar yang selanjutnya perhitungan jumlah mikroba menggunakan colony counter, sedangkan alat untuk menguji nilai pH menggunakan alat pH meter.
c.       Pembuatan tepung kacang kedelai
Pembuatan tepung kacang kedelai mengikuti prosedur Rauf dan Sarbini (2011) yang dimodifikasi. Biji kedelai dipilih dan dibersihkan dari kotoran. Kacang kedelai dicuci dan direndam selama 8 jam. Selanjutnya biji kacang kedelai direbus selama 15 menit dan dilakukan pengupasan pada kulit kacang kedelai, dilanjutkan dengan proses pengeringan menggunakan sinar matahari selama 3 jam. Kacang kedelai kemudian digiling lalu diayak 80 mesh.
d.      Pembuatan sari buah nanas
Pembuatan sari buah nanas mengikuti prosedur Lesbani, A dkk (2014). Buah nanas dikupas kulitnya kemudian dicuci. Buah nanas dipotong dan dihaluskan dengan penambahan air 1 liter air matang untuk ½ kg nanas. Selanjutnya buah nanas yang sudah halus diperas dengan menggunakan kain saring yang steril.
e.       Uji jumlah bakteri asam laktat
Uji jumlah bakteri asam laktat mengikuti prosedur Hidayat dkk (2013). Metode hitung cawan (Total Plate Count) digunakan untuk menentukkan total BAL. Perhitungan total BAL dihitung pada penanaman media Man Rogosa and Sharpe (MRS). Penghitungan total BAL diawali dengan sampel diencerkan dalam aquades steril dengan perbandingan 1:9. Pengenceran dilakukan hingga. Pembuatan media cawan dilakukan dengan media MRS agar. Pembuatan MRS agar sebanyak 65,13 g dilarutkan ke dalam 1000 ml aquades, kemudian larutan MRS agar di waterbath pada suhu 95 hingga larut dan disterilkan dengan pada suhu 121 selama 15 menit. Pembuatan media cawan dilakukan dengan 1 ml sampel hasil pengenceran dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah berisi MRS agar. Pembuatan media cawan dilakukan dari pengenceran sampai. Kemudian, cawan petri digerak-gerakkan membentuk angka 8, agar homogen. Setelah padat cawan petri tersebut diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 selama 48 jam.
f.       Uji nilai pH
Uji nilai pH mengikuti prosedur Hikayat dkk (2013). Pengujian nilai pH dilakukan dengan menggunakan pH meter elektronik. Sebelum pH meter elektronik digunakan ujung katoda indikator dicuci dengan aquades, kemudian dibersihkan dengan tissue. Kemudian pH meter elektronik dikalibrasi dengan ujung katoda dicelupkan dalam larutan buffer 4 (Wahyudi, 2006). Kemudian ujung katoda dicelupkan dalam sampel soyghurt. Hasil pengukuran dibaca pada pH meter.
g.      Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap. Terdapat tiga perlakuan konsentrasi penambahan sari buah nanas pada pembuatan soyghurt yaitu 0%, 15% dan 30%. Hasil penilitian diuji menggunakan uji statistik one way anova satu arah jika data berdistribusi normal dan homogen jika terdapat pengaruh, maka dilanjutkan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf signifikansi 95%. Uji statistik kruskall wallis jika data tidak berdistribusi normal serta tidak homogen.

I.       DAFTAR PUSTAKA
Ajam, N., C.Y.Foong, dan Benjamin. P. 1993 . Yogurt Production From Local Cows Milk in Malaysia. ASEAN Food J.8(3) : 117-121.
Alifah, et al. 2014. “Total Bakteri Asam Laktat, pH, Keasaman, Citarasa dan Kesukaan Yoghurt Drink dengan Penambahan Ekstrak Buah Belimbing”. Jurnal Aplikasi Pangan 3(2) 2014. Indonesian Food Technologists.
Andal Kuntarso. 2007. Pengembangan Teknologi Pembuatan Low-Fat Fruity Bio Yoghurt. Skripsi dipublikasikan. FakultasTeknologi Pertanian IPB. Bogor.
Bramayadi. 1986 . Stabilisasi Minuman Yogurt dengan Homogenisasi dan Penambahan CMC dan Tween 40.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H.Fleet dan M.Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan Hari Purnomo dan Adiyono. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Drake, M., Cheng, X., Tamarapu, S. dan Leenanon, B., (2000). Soy protein fortification affects sensory, chemical, and microbiological properties of dairy yogurts. Journal of Food Science, 65(7): 1244-1247.
Hendriani R, Rostinawati T, Kusuma SAF. 2009. Penelusuran Antibakteri Bakteriosin dari Bakteri Asam Laktat dalam Yoghurt Asal Kabupaten Bandung Barat terhadap Staphylococus aureus dan Escherichi coli. Laporan Akhir LITMUD Unpad.
Helferich, W dan D. Westhoff. 1980. All About Yogurt. Prentice Hall, Inc, Englewood Cliff. New Jersey.
Hidayat N, Padaga M, dan Suhartini S. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi. Yogyakarta
Hidayat, I. R., Kusrahayu., Mulyani, S. 2013. Total Bakteri Asam Laktat, Nilai pH dan Sifat Organoleptik Drink Yoghurt dari Susu Sapi yang Diperkaya Dengan Ekstrak Buah Mangga. Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 160-167. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.
Irkin, R., and Eren, U.V. 2008. Research about viable Lactobacillus bulgaricus and Streptococcuc thermophylus number & food science in the market yoghurt. World J. of Dairy 3(1): 25-28.
Lesbani, A., Yuliasari, N., Riyanti, F., Loekitowati H, P., and Yusuf, S. 2014. Pembinaan Industri Kecil Sari Buah Nanas dan Nutri Jelly sebagai Pengolahan Alternatif dari Buah Nanas dengan Kandungan Gizi yang Tinggi di Desa Beti Inderalaya Selatan KAB. Organ Ilir. Jurnal Pengabdian Sriwijaya.
Marliyati, S.A., A. Sulaeman dan F. Anwar. 1992 . Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. PAU IPB. Bogor.
Tamime, A.Y & H.C. Deeth. 1980 .Yogurt : Technology and Biotechnology and Biochemistry. J Food Protect. 43 (12) : 939-977.
Tamime, A.Y & R.K Robinson. 1985 . Yogurt Science and Technology. Pergamon Press Ltd. New York.
Tirtasujana, D.R. 1998. Aktivitas Antimikroba Susu yang Difermentasi Menggunakan Kultur Campuran Bifidobakteria dan BAL. Skripsi. Fateta, IPB. Bogor.
Uzzan, M. dan labuza, T., (2004). Critical issues in R and D of soy isoflavone-enriched foods and dietary supplements. Journal of Food Science, 69 (3): CRH77-CRH86.
Waspodo, I.S. 2001 . Efek Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik Bagi Kesehatan. http://www. Kompas. Com. [21 Juni 2007]
Winarno. F.G.2003. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumen. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Winarno, F. G. dan I. E. Fernandez. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. M-brio Press, Bogor.

Yuguchi, H., T. Croto dan S. Okonogi. 1992 . Fermented Milks, Lactic Drinks and Intestinal Microflora. Didalam Nakazawa, Y dan A. Hoseno (eds). Function of Fermented Milk. Challenge for The Helath Science. Elsevier Applied Science. New York.

Kamis, 15 Desember 2016

proposal peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa dengan menggunakan pbl


PROPOSAL

JUDUL
PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PROBLEM BASED LEARNING PELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 3 SIAK KECIL


UMI SALFIA
1405110476


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
OKTOBER 2016



A.    JUDUL
PENINGKATAN HASIL AKTIVITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PROBLEM BASED LEARNING PADA SISWA KELAS VII SMPN 3 SIAK KECIL

B.     LATAR BELAKANG
Pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa, artinya siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dengan kata lain, pembelajaran lebih berorientasi pada aktivitas siswa untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara proposional. Keaktifan siswa ada yang secara langsung dapat diamati dan ada yang tidak dapat diamamti secara langsung, seperti mengerjakan tugas, berdiskusi, dan mengumpulkan data. Kadar keaktifan siswa tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga oleh aktivitas nonfisik seperti mental, intelektual, dan emosional. Oleh sebab itu, aktif atau tidaknya siswa dalam belajar hanya siswa sendiri yang mengetahui secara pasti.
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa beserta unsur yang ada di dalamnya. Guru merupakan faktor yang paling dominan yang menentukan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang baik, tentu akan menghasilkan hasil belajar yang baik pula. Menurut Rusman (2012: 148) dalam sistem pembelajaran guru dituntut untuk mampu memilih metode pembelajaran yang tepat, mampu memilih dan menggunakan fasilitas pembelajaran, mampu memilih dan menggunakan alat evaluasi, mampu mengelola pembelajaran di kelas maupun di laboratorium, menguasai materi, dan memahami karakter siswa. Salah satu tuntutan guru tersebut adalah mampu memilih metode pembelajaran yang tepat untuk mengajar.
Proses pembelajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pemberian pengalaman langsung kepada siswa sehingga siswa memperoleh pemahaman mendalam tentang alam sekitar dan prospek pengembangan lebih lanjut dapat menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA disekolah seharusnya melibatkan aspek sikap, proses, produk, dan aplikasi, sehingga siswa dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru kerja ilmuan dalam menemukan fakta baru. Kecenderungan pembelajaran IPA saat ini, siswa hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghapal konsep, teori dan hokum, serta berorientasi pada hafalan. Akibatnya sikap, proses, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran. Pengalaman belajar yang diperoleh dikelas tidak utuh dan tidak berorientasi tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher-centered, guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan siswa menghapal informasi factual. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa siswa cenderung malas berfikir secara mandiri.
Masalah utama dalam pembelajaran di MTS/SMP adalah masih rendahnya hasil belajar siswa. Hal ini tampak dari rata-rata hasil ulangan tengah semester IPA kelas VII yang belum memenuhi nilai standar KKM. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu sebesar 70. Rendahnya hasil belajar siswa diduga disebabkan Antara lain karena: (1) rendahnya pemahaman siswa dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh guru, sehingga sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan, (2) belum terjadi suasana aktif dalam diskusi, dan (3) kurangnya keterlibatan siswa secara langsung. Beberapa siswa menjawab pertanyaan dengan ragu-ragu, keberanian siswa untuk mengajukan pendapat dan bertanya juga kurang. Guru juga lebih sering mengajar dengan metode ceramah. Selain itu, kurangnya fasilitas laboratorium yang menyebabkan jarang melakukan kegiatan praktikum. Karena jarangnya kegiatan praktikum maka guru hanya mengevaluasi pada aspek kognitif.
Untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa dibutuhkan suatu pembelajaran yang efektif. Salah satu caranya yaitu dengan menggunakan metode problem based learning yakni metode pembelajaran yang berbasis teori belajar konstruktivistik yang dikenalkan oleh John Dewey. Secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Kegiatan belajar memecahkan masalah merupakan usaha untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Berpikir adalah aktivitas kognitif tingkat tinggi yang melibatkan asimilasi dan akomodasi berbagai pengetahuan dan struktur kognitif yang dimiliki siswa untuk memecahkan suatu masalah.
Dalam metode problem based learning, pembelajaran fokus pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak hanya mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah dalam memecahkan masalah tersebut. Tujuannya untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif dalam memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas. Oleh sebab itu, siswa tidak hanya memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berfikir kritis. Dalam hal ini, hampir semua bidang studi dapat menggunakan metode problem based learning. Sehingga guru IPA sangat dianjurkan untuk menggunakan model dan strategi mengajar yang berorientasi pada cara pemecahan masalah.
Selain memiliki keunggulan, metode problem based learning juga memiliki kelemahan, antara lain ketika siswa merasa bahwa masalah akan sulit untuk dipecahkan maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang akan mereka pelajari, serta membutuhkan waktu cukup lama untuk persiapan.
Berdasarkan keunggulan yang dimiliki metode problem based learning, maka metode ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif tindakan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Meskipun metode problem based learning memiliki kekurangan, tetapi hal tersebut hanya berdampak sangat kecil dalam meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, tindakan yang diberikan pada kelas yang akan ditingkatkan aktivitas belajar dan hasil belajarnya adalah berupa penerapan metode problem based learning.
Maka dari itu peneliti mengajukan judul “peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran problem based learning” pada mata pelajaran IPA SMP kelas VII dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti telah melakukan penelitian tentang bagaimana upaya peningkatkan hasil belajar fisika dengan metode problem based learning pada siswa kelas VII semester I SMP/MTS pada mata pelajaran IPA
Tujuan penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui apakah metode problem based learning dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VIIA semester I SMP/MTs pada mata pelajaran IPA.
2.      Untuk mengetahui apakah metode problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIA semester I SMP/MTS pada mata pelajaran IPA.

C.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah tersebut diatas,rumusan masalah yang diangkat dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah ada peningkatan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan problem based leaning pada mata pelajaran IPA kelas VII SMP/MTS?
2.      Apakah ada peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode problem based learning pada mata pelajaran IPA kelas VII SMP/MTS?

D.    TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang imgin dicapai dari penelitian ini adalah:
1.      Mengetahui Apakah ada peningkatan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan problem based leaning pada mata pelajaran IPA kelas VII SMP/MTS
2.      Mengetahui Apakah ada peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode problem based learning pada mata pelajaran IPA kelas VII SMP/MTS

E.     MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a.       Bagi guru dapat menjadi bahan masukan bagi perencanaan pembelajaran mengenai peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode problem based learning disekolah menengah pertama pada mata pelajaran IPA yang layak di terapkan di Indonesia.
b.      Bagi penelitian selanjutnya dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian-penelitian sejenis yang telah ada yang dapat dijadikan perbandingan dengan penelitian-penelitian berikutnya.
c.       Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan di SMP/MTS terutama dalam rangka memberikan solusi untuk perencanaan pembelajaran dalam peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA.
d.      Bagi peneliti, sebagai bekal kelak apabila menjadi guru mata pelajaran IPA pada sekolah menengah pertama terkait bagaimana cara meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa yang masih rendah

F.      DEFINISI OPERASIONAL
Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk mengajarkan proses-proses berpikir tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Santyasa (dalam Ghofur: 2013), Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu strategi atau pendekatan yang dirancang untuk membantu proses belajar sesuai dengan langkah-langkah yang terdapat pada pola pemecahan masalah yakni mulai dari analisis, rencana, pemecahan, dan penilaian yang melekat pada setiap tahap. Problem Based Learning (PBL) tidak disusun untuk membantu guru dalam menyampaikan banyak informasi tetapi guru sebagai penyaji masalah, pengaju pertanyaan, dan fasilitator.
Menurut Saryantono (2013), Problem Based Learning (PBL) dikembangkan dari pemikiran nilai-nilai demokrasi, belajar efektif, perilaku kerjasama dan menghargai keanekaragaman di masyarakat. Dalam pembelajaran, guru harus dapat menciptakan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki ciri demokrasi dan proses ilmiah. Problem Based Learning (PBL) merupakan jawaban terhadap praktik pembelajaran kompetensi serta merespon perkembangan dinamika sosial masyarakat. Dengan demikian, pendekatan Problem Based Learning (PBL) memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.
Menurut Arends (2008:41), PBL merupakan pembelajaran yang memiliki esensi berupa menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna ke-pada siswa. Sebagai tambahan, dalam PBL peran guru adalah menyodorkan berbagai ma-salah autentik sehingga jelas bahwa dituntut keaktifan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Setelah masalah diperoleh maka selanjutnya melakukan perumusan ma-salah, dari masalah masalah tersebut kemu-dian dipecahkan secara bersama sama dengan didiskusikan. Saat pemecahan masalah ter-sebut akan terjadi pertukaran informasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya sehingga permasalahan yang telah dirumuskan dapat terpecahkan. Sumber informasi tidak hanya dari guru akan tetapi dapat dari berbagai sumber. Guru disini berperan sebagai fasili-tator untuk mengarahkan permasalahan se-hingga saat diskusi tetap fokus pada tujuan pencapaian kompetensi.
Jadi PBL adalah pemberian masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari kepada siswa kemudian siswa secara ber-kelompok mencari alternatif solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Aktivitas belajar siswa terdiri atas dua kata, yaitu “aktivitas” dan “belajar”. Menurut Depdiknas (2007: 23) dinyatakan bahwa aktivitas berarti kegiatan atau kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian di dalam perusahaan. Menurut Mulyono (dalam Chaniago 2010: 1) aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas. Sedangkan menurut Sriyono (dalam Chaniago: 2010: 1) menyatakan bahwa aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.
Menurut suprijono (2012 : 5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Selanjutnya supraktiknya (2012 : 5) mengemukakan bahwa hasil belajar yang menjadi objek penilaian kelas berupa kemampuan-kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah mereka mengikuti proses belajar mengajar tentang mata pelajaran tertentu. Dalam system pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan mengacu pada klasifikasi hasil belajar dari bloom yang secara garis besar yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor.
            Hasil belajar merupakan representasi pencapaian kompetensi siswa yang nantinya digunakan siswa untuk masuk ke dunia kerja. Sehingga pemilihan metode PBL diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian peneliti ingin melihat pe-ngaruh metode PBL terhadap hasil belajar di-tinjau dari motivasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA SMP kelas VII
G.    KAJIAN TEORITIS
a.      Prolem based learning
  Salah satu metode pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa adalah metode problem based learning. Metode ini mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai (Amir, 2010 : 21). Dalam metode problem based learning, sebelum pelajaran dimulai, siswa diberikan masalah-masalah. Masalah yang disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata, semakin dekat dengan dunia nyata, maka akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan kecakapan pada siswa. Dari masalah yang diberikan ini siswa kemudian bekerjasama dalam kelompok, mencoba memecahkan masalah dengan kemampuan yang dimiliki, dan sekaligus mencari informasi-informasi baru yang relevan. Disini peran guru adalah sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa dalam mencari dan menemukan solusi dan sekaligus menentukan kriteria pencapaian proses pembelajarannya.
Proses utama dalam problem based learning terletak pada diri siswa. Variabel dari luar hanya intruksi yang membantu atau membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah. Hasil belajar yang diperoleh sukar dilupakan dan dapat dimanfaatkan pada berbagai situasi yang termasuk dalam kategori tertentu. Kemampuan memecahkan masalah merupakan hasil belajar yang sangat penting dan harus dikuasai oleh siswa disamping hasil belajar pada aspek kognitif.
Problem based learning dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, mengatasi masalah, keterampilan penyelidikan, kemampuan mempelajari peran sebagai orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajar yang mandiri dan independen.
Problem based learning lebih dari sekedar lingkungan yang efektif untuk pengetahuan tertentu. Pengetahuan riil bagi para siswa adalah sesuatu yang dibangun atau ditemukan oleh siswa itu sendiri. Jadi pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang diingat siswa, tetapi harus merekonstruksi pengetahuan itu kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam pemeblajaran ini siswa harus dilatih untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergulat dengan ide-ide dan kemudian mampu merekonstruksinya.
Dari beberapa metode mengajar yang ada, metode problem based learning lebih banyak memiliki keunggulan, baik dari segi sifat materi, tujuan, serta kemampuan yang dapat dimiliki siswa.
Karakteristik metode PBL adalah: (1) pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang mengambang yang berhubungan dengan kehidupan nyata; (2) masalah dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran; (3) siswa menyelesaikan masalah dengan penyelidikan auntetik; (4) secara bersama-sama dalam ke-lompok kecil, siswa mencari solusi untuk me-mecahkan masalah yang diberikan; (5) guru bertindak sebagai tutor dan fasilitator; (6) siswa bertanggung jawab dalam memperoleh pengetahuan dan informasi yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja; (7) siswa mem-presentasikan hasil penyelesaian masalah dalam bentuk produk tertentu. Produk dalam hal ini adalah berupa suatu pemrograman (Tan (2004:8); Hallinger dan Edwin (2007:89); Maggi Salvin dan Claire Howell (2004:4); Ibrahim et. al. (2009:155); Arends (2008:42)).
Menurut Pierce dan Jones (Rusman 2012:242) kejadian yang harus muncul dalam implementasi PBL adalah: (1) keterlibatan yaitu mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah dengan bekerja sama, (2) inquiry dan investigasi yaitu mengeksplorasi dan mendistribusikan informasi, (3) performansi yaitu menyajikan temuan, (4) tanya jawab tujuannya untuk menguji keaku-ratan dari solusi, (5) refleksi terhadap pemecahan masalah.
Langkah-langkah metode problem based learning dalam penelitian mata pelajaran Pemrograman Sistem kendali PLC yaitu :
Langkah-langkah metode problem ba-sed learning dalam penelitian mata pelajaran Pemrograman Sistem kendali PLC yaitu :
1.      Memberikan permasalahan kepada siswa dimana permasalahan tersebut berhu-bungan dengan kehidupan sehari-hari
2.      Guru mengorganisasikan siswa dalam beberapa kelompok
3.      Guru membantu siswa mengorganisasi-kan tugas belajar sesuai dengan masalah
4.      Siswa mengumpulkan pengetahuan dan melakukan percobaan sesuai dengan pemecahan masalah yang diberikan
5.      Siswa mengembangkan dan menyajikan hasil karya yang berupa suatu program.
 (Arends (2008:57); Amir (2009:24); Fogarty dalam Rusman(2012:243); Maastricht dalam Erik dan Anette(2003:659).
b.      Hasil belajar
Menurut Suprijono (2012:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikapsikap, apresiasi dan keterampilan. Selanjutnya Supratiknya (2012 : 5) mengemukakan bahwa hasil belajar yang menjadi objek penilaian kelas berupa kemampuan-kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah mereka mengikuti proses belajar-mengajar tentang mata pelajaran tertentu. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan mengacu pada klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang
secara garis besar yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor.
c.       Aktivitas belajar
Berbuat untuk merubah tingkah laku melalui perbuatan adalah prinsip belajar. Ada atau tidaknya belajar dicerminkan dari ada atau tidaknya aktivitas. Tanpa ada aktivitas, belajar tidak mungkin terjadi. Sehingga dalam interaksi belajar-mengajar aktivitas merupakan prinsip yang penting.
Penggunaan metode, pendekatan belajar mengajar dan orientasi belajar menyebabkan aktivitas belajar setiap siswa berbeda-beda. Ketidaksamaan aktivitas belajar siswa melahirkan kadar aktivitas belajar yang bergerak dari aktivitas belajar yang rendah sampai aktivitas belajar yang tinggi.

H.    METODE PENELITIAN
1.      Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP/MTS kelas VII pada mata pelajaran IPA. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan oktober sampai dengan selesai.
2.      Rancangan Penelitian

3.      Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP N 3 SIAK KECIL kelas VII semester 1. Sampelnya adalah sebagian dari populasi, yaitu siswa kelas VIIA semester 1 pada SMPN 3 SIAK KECIL.
4.       Sumber Data dan Instrumen
Data primer dimana data secara langsung diambil pada subjek peneliti (siswa)
5.      Teknik Pengumpulan Data
Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang bersifat reflektif dan kolaboratif dan dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki mutu praktek pembelajaran di kelas.
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari empat tahapan, yakni (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Setelah melakukan tindakan refleksi yang mencakup analisis, sintesis dan penilaian terhadap hasil pengamatan proses dan hasil tindakan yang dilakukan, biasanya timbul permasalahan atau pemikiran yang perlu mendapat perbaikan, sehingga perlu dilakukan perencanaan ulang, tindakan ulang, pengamatan ulang, serta refleksi ulang. Tahap-tahap kegiatan ini terus berlangsung sampai
suatu permasalahan dianggap selesai.
Subjek penelitian adalah siswa kelas VIIA yang MTs Negeri Donomulyo, Nanggulan, Kulon Progo semester 1 tahun pelajaran 2012/2013. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah metode problem based learning untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar pada pokok bahasan wujud zat dan perubahannya.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes dan observasi. Tes merupakan instrumen pengumpulan data untuk mengukur pengetahuan siswa pada aspek kognitif mengenai mata pelajaran fisika. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah tes tertulis dalam bentuk pretest dan posttest (soal pretest sama dengan soal posttest). Tes tertulis dinyatakan dalam bentuk soal pilihan ganda dengan alternatif jawaban a, b, c, dan d dengan skor benar bernilai 1 dan salah bernilai 0.
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diteliti. Observasi dalam penelitian ini ditujukan untuk menilai kinerja siswa dan tingkat aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan metode problem based learning. Observasi pada siswa dilakukan untuk mengamati aktivitas belajar siswa, aspek afektif, dan aspek psikomotor yang digunakan untuk memperoleh data kinerja siswa selama kegiatan belajar mengajar. Format dari penilaian ini berupa rating scale yang dibuat dalam bentuk checklist. Jadi dalam pengisian penilaian kinerja siswa, observer hanya memberikan tanda checklist (√) pada kolom yang sesuai selama proses pembelajaran berlangsung.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu menyajikan data dalam bentuk uraian serta pembahasan berdasarkan hasil penelitian. Data nilai tes (pretest dan posttest) digunakan untuk mengukur hasil belajar dari aspek kognitif, maka dilakukan analisis terhadap butir soal dengan rumus :
Keterangan:
KB = ketuntasan belajar
T = jumlah skor yang diperoleh siswa
Tt = jumlah skor total
Rumus untuk mengetahui aktivitas belajar siswa, aspek afektif dan aspek psikomotor sebagai berikut [14]:
NP
Keterangan:
NP= nilai persen yang diharapkan
R = skor mentah yang diperoleh siswa
SM= kor maksimal tes
Dengan kriteria:
86% - 100%= sangat baik
76% 85% = baik
60% 75% = cukup
55% 59% = kurang
≤ 54% = sangat kurang
Hasil penelitian dari siklus I, II, dan III menunjukkan adanya peningkatan aktivita belajar siswa dan hasil belajar baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Persentase pada setiap aspek yang dinilai

Aspek yang dinilai
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Aktivitas belajar 94,47%

70,36%
81,42%
Aspek afektif 97,10%

78,99%

88,41%
Aspek psikomotor

85,40%
92,93%
Aspek kognitif 91,30%
74,25%
73,91%
86,96%
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada siklus I ketuntasan belajar klasikal posttest belum tercapai yaitu ≤ 85%, siklus II dan siklus III sudah memenuhi kriteria ketuntasan belajar klasikal pretest dan posttest yaitu ≥85%. Meningkatnya aktivitas belajar siswa juga diiringi peningkatan hasil belajar baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotor sehingga tak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya.

I.       DAFTAR PUSTAKA
Amir, M.Taufiq. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Arends, Richard. I. (2008). Belajar untuk mengajar. Edisi ke tujuh alih bahasa oleh helly prayitno dan sri mulyantani prayitnodari judul learning to teach. Seven edition. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.
Barbara. B. Levin. (2001). Energizing teacher education and profesional development with problem based learning. United States: ASCD.
Bloom, B (ed). (1956). Taxonomy of educati-onal objectives: The classification of educational goals. Handbook 1 cogni-tive domain. New York: David McKay Company.
Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Erik, D.G., & Anette, K. (2003). Characte-ristics of problem-based learning. International Journal Engng Ed., 19(5), 657-662.
Glazer, E. (2001). Problem based instruction from emerging perspectives on learn-ing, teaching, and technology. Diambil pada tanggal 27 oktober 2016, dari http://epltt.coe.uga.edu/index.php?title=Problem_Based_Instruction
Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Suyono dan Hariyanto. (2011). Belajar dan pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.